Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Zonning Regulation


Apa Rencana Detail Tata Ruang ? dan untuk apa ada seperti itu? Apalagi zonning regulation ? Perlukah?
Sebagai seorang 'perencana' atau istilah kerennya adalah "Planner", sudah wajib mengetahui tentang segala bentuk rencana yang dibuat dan diharuskan ada untuk pembangunan suatu negara, baik wilayah ataupun sekecil kawasan. Begitu pula masyarakat biasa yang seharusnya juga memahami apa pentingnya suatu perencanaan itu ada. Karena inti dari seluruh perencanaan tersebut tak lain halnya adalah untuk masyarakat dan dilakukan oleh masyarakat. Dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 pasal 1 ayat 5 disebutkan bahwa:
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.”
Sesuai dengan ketentuan pasal diatas maka setiap kegiatan penataan ruang ada 3 aspek yang harus dilakukan yaitu: Penataan, Pemanfaatan, Pengendalian. 
dimana pengertiannya adalah :
Penataankegiatan penyusunan rencana tata ruang yang produknya berupa dokumen (buku) rencana tata ruang.  Pcrencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemanfaatan kegiatan pelaksanaan penataan ruang (biasanya didasarkan atas kebijakan rencana tata ruang.  Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas rencana tata ruang.
PengendalianPengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban berupa penyususnan peraturan zonasi, perijinan, penyelenggaraan insentif dan disinsentif serta adanya sanksi
  



Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (7) disebutkan bahwa;
1.    Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:
a.    rencana umum tata ruang; dan
b.    rencana rinci tata ruang.
2.    Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhierarki terdiri atas:
a.    rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b.    rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c.    rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
3.    Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a.    rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
b.    rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
c.    rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
4.    Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang.
5.    Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun apabila:
a.    rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau
b.    rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.
6.    Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
7.    Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.

Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis kabupaten/kota dapat disusun RDTR apabila merupakan:
a.     Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan perkotaan;
b.     Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam pedoman ini.
RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang memperhatikan keterkaitan antarkegiatan dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut. kedudukannya adalah sebagai berikut :





         Dalam Proses pengendalian penataan ruang, peraturan zonasi sangat berperan penting. Dibandingkan dengan RDTRK, peraturan zonasi mengatur lebih rinci dan lengkap ketentuan pemanfaatan ruang dengan tetap mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang ada. Perbedaan antara RDTRK dengan Peraturan zonasi terletak pada peran dan fungsi keduanya dalam Sistem Penataan Ruang di Indonesia. RDTRK merupakan salah satu jenjang rencana tata ruang kota dengan skala 1:5000, sedangkan peraturan zonasi merupakan salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang berisi ketentuan-ketentuan teknis dan administratif pemanfaatan ruang dan pengembangan tapak.

RDTR dan Peraturan zonasi berfungsi sebagai:

a.  Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW;

b.  Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW;

c.  Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;

d.  Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan

e.  Acuan dalam penyusunan RTBL.
RDTR dan peraturan zonasi bermanfaat sebagai: 

a.  Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu;

b.  Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat;

c.  Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan

d.  Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP atau Sub BWP.  


                     
Dalam Sistem Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, peraturan zonasi merupakan pengaturan lebih lanjut untuk pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam pola  pemanfaatan ruang suatu wilayah. Peraturan ini dapat menjadi rujukan untuk menyusun RTRK/RTBL. Kaitan Peraturan Zonasi dengan berbagai rencana tata ruang tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Peraturan Zonasi pada prinsipnya mencakup aturan-aturan mengenai:
1.    Penggunaan lahan dan bangunan (penggunaan utama, penggunaan pelengkap, penggunaan bersyarat, penggunaan dengan pengecualian khusus penggunaan yang dilarang);
2.    Intensitas pemanfaatan ruang atau kepadatan pembangunan (KDB, KLB, KDH, bangunan/ha);
3.    Tata massa bangunan (tinggi bangunan, garis sempadan bangunan, jarak antar bangunan, luas minimun persil, dll);
4.    Prasarana  ketentuan minimum eksterior, serta standar-standarnya;
5.    Pengendalian (eksternalitas negatif, insentif dan disinsentif, perijinann, pengawasan, penertiban).


Oleh karena itu, sebagai planner yang baik harus memahami betul dan membuat RDTR wilayah terutama perkotaan. Tahapan penyusunan penataan ruang ini harus sampai pada tahap zonning regulation agar jelas peraturan dan perizinan pemanfaatan ruang sesuai realita lapangan dan hasil perhitungan analisis. Setelah membuat rencana dalam RDTR pun, kini setiap daerah harus melakukan KLHS atau Kajian Lingkungan Hidup Strategis guna menilai kelayakan dan mengatasi dampak yang ditimbulkan dari rencana tersebut berkaitan dengan lingkungan yang ada di wilayah perencanaan. Hal ini sangatlah penting bagi perencanaan dan pembangunan daerah yang berkelanjutan. Dari tahapan penyusunan RDTR, Zonning Regulation (peraturan zona) dan penyusunan KLHS sesuai dengan Permen PU no 20 tahun 2011


Komentar

Posting Komentar